Senin, 11 Januari 2016

LAPORAN PENDAHULUAN ASFIKSIA



LAPORAN PENDAHULUAN
STASE KEPERAWATAN ANAK

ASFIKSIA


 




OLEH:
AGUS KURNIAWAN
G4D014015



KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM PROFESI NERS
PURWOKERTO
2014

BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Angka kematian bayi baru lahir di Indonesia menurut SDKI 2002/2003 adalah 20/1.000 kelahiran hidup. Salah satu penyebab utama kematian bayi yang baru lahir adalah asfiksia bayi baru lahir. Faktor yang berkaitan dengan terjadinya asfiksia yaitu  faktor ibu,  faktor persalinan,  faktor janin dan faktor plasenta. Faktor ibu meliputi usia ibu waktu hamil, umur kehamilan saat melahirkan, status kesehatan, status paritas dan riwayat obstetrik (Kartiningsih 2009). Ketika dilahirkan bayi biasanya aktif dan segera setelah tali pusat dijepit bayi menangis yang merangsang pernafasan. Denyut jantung akan menjadi stabil pada frekuensi 120-140x/menit dan sianosis sentral menghilang dengan cepat. Akan tetapi beberapa bayi mengalami depresi saat dilahirkan dan menunjukkan gejala tonus otot yang menurun dan mengalami kesulitan mempertahankan pernafasan yang wajar (Saifuddin et al., 2002).
Bayi yang mengalami depresi saat lahir dapat mengalami apneu atau menunjukkan upaya pernafasan yang tidak cukup untuk kebutuhan ventilasi paru-paru. Kondisi ini menyebabkan kurangnya pengambilan oksigen dan pengeluaran karbondioksida. Penyebab depresi bayi pada saat lahir mencakup asfiksia intrauterin, bayi kurang bulan, obat-obat yang diberikan atau diminum oleh ibu, penyakit neuromuskular bawaan, cacat bawaan, dan hipoksia intrapartum.
Tujuan pembangunan adalah membangun Indonesia seutuhnya dan membangun masyarakat seluruhnya, termasuk kesehatan dengan visi Indonesia sehat 2010 (50 tahun IBI menyongsong masa depan, 2006). Berdasarkan data yang ada angka kematian bayi (AKB) secara nasional tahun 2004 sebesar 11,7 per 1000 kelahiran, sedangkan tahun 2005 meningkat 32 dari 1000 kelahiran hidup. Pada tahun 2004 di Jawa Tengah sebesar 25/1000 kelahiran hidup, tahun 2005 14,23 / 1000 kelahiran hidup (IBI, 2006).

Kematian bayi di Indonesia sebesar 47% meninggal pada masa neonatal. Penyebab kematian bayi di Indonesia BBLR (29%), asfiksia (27%). Trauma lahir, tetanus neonatorum, infeksi lain dan kelainan kongenital (Depkes, 2005). Data diatas menunjukkan bahwa asfiksia merupakan salah satu penyebab kematian bayi. Asfiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir (Prawirohardjo,2005).



 

BAB II
TINJAUAN TEORI


A.    Definisi
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir, umumnya akan mengalami asfiksia pada saat dilahirkan. Masalah ini erat hubungannya dengan gangguan kesehatan ibu hamil, kelainan tali pusat atau masalah yang mempengaruhi kesejahteraan bayi selama atau sesudah persalinan (Prawirohardjo, 2005).
Asfiksia neonatorum ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan, atau segera setelah bayi lahir. Akibat-akibat asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak dilakukan secara sempurna. Tindakan yang akan dikerjakan pada bayi bertujuan mempertahankan kelangsungan hidupnya dan membatasi gejala-gejala lanjut yang mungkin timbul (Depkes RI, 2005).
B.     Etiologi
Beberapa kondisi tertentu pada ibu hamil dapat menyebabkan gangguan sirkulasi darah uteroplasenter sehingga pasokan oksigen ke bayi menjadi berkurang. Hipoksia bayi di dalam rahim ditunjukkan dengan gawat janin yang dapat berlanjut menjadi asfiksia bayi baru lahir.
Beberapa faktor tertentu diketahui dapat menjadi penyebab terjadinya asfiksia pada bayi baru lahir, diantaranya adalah faktor ibu, tali pusat dan bayi berikut ini:
1.      Faktor ibu
a.       Preeklampsia dan eklampsia
b.      Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)
c.       Partus lama atau partus macet
d.      Demam selama persalinan Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV)
e.       Kehamilan Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)
2.      Faktor Tali Pusat
a.       Lilitan tali pusat
b.      Tali pusat pendek
c.       Simpul tali pusat
d.      Prolapsus tali pusat
3.      Faktor Bayi
a.       Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)
b.      Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi vakum, ekstraksi forsep)
c.       Kelainan bawaan (kongenital)
d.      Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)
Penolong persalinan harus mengetahui faktor-faktor resiko yang berpotensi untuk menimbulkan asfiksia. Apabila ditemukan adanya faktor risiko tersebut maka hal itu harus dibicarakan dengan ibu dan keluarganya tentang kemungkinan perlunya tindakan resusitasi. Akan tetapi, adakalanya faktor risiko menjadi sulit dikenali atau (sepengetahuan penolong) tidak dijumpai tetapi asfiksia tetap terjadi. Oleh karena itu, penolong harus selalu siap melakukan resusitasi bayi pada setiap pertolongan persalinan.
C.    Tanda dan Gejala
1.      Pada Kehamilan
Denyut jantung janin lebih cepat dari 160 x/mnt atau kurang dari 100 x/mnt, halus dan ireguler serta adanya pengeluaran mekonium.
a.       Jika DJJ normal dan ada mekonium : janin mulai asfiksia
b.      Jika DJJ 160 x/mnt ke atas dan ada mekonium : janin sedang asfiksia
c.       Jika DJJ 100 x/mnt ke bawah dan ada mekonium : janin dalam gawat
2.      Pada bayi setelah lahir
a.       Bayi pucat dan kebiru-biruan
b.      Usaha bernafas minimal atau tidak ada
c.       Hipoksia
d.      Asidosis metabolik atau respiratori
e.       Perubahan fungsi jantung
f.       Kegagalan sistem multiorgan
g.      Kalau sudah mengalami perdarahan di otak maka ada gejala neurologik : kejang, nistagmus, dan menangis kurang baik/ tidak menangis.
h.      Bayi tidak bernapas atau napas megap-megap, denyut jantung kurang dari 100 x/menit, kulit sianosis, pucat, tonus otot menurun, tidak ada respon terhadap refleks rangsangan.
Appnoe primer : Pernafasan cepat, denyut nadi menurun dan tonus neuromuscular menurun
Appnoe sekunder : Apabila asfiksia berlanjut , bagi menunjukan pernafasan megap–megap yang dalam, denyut jantung terus menerus, bayi terlihat lemah (pasif), pernafasan makin lama makin lemah
TANDA-TANDA
STADIUM I
STADIUM II
STADIUM III
Tingkat kesadaran
Sangat waspada
Lesu (letargia)
Pinsan (stupor), koma
Tonus otot
Normal
Hipotonik
Flasid
Postur
Normal
Fleksi
Disorientasi
Refleks tendo/klenus
Hyperaktif
Hyperaktif
Tidak ada
Mioklonus
Ada
Ada
Tidak ada
Refleks morrow
Kuat
Lemah
Tidak ada
Pupil
Midriasis
Miosis
Tidak sama, refleks cahaya jelek
Kejang-kejang
Tidak ada
Lazim
Deserebrasi
EEG
Normal
aktifitasèVoltase rendah kejang-kejang
Supresi ledakan sampai isoelektrik
Lamanya
24 jam jika ada kemajuan
24 jam sampai 14 hari
Beberapa hari sampai beberapa minggu
Hasil akhir
Baik
Bervariasi
Kematian, defisit berat
Penilaian menurut score APGAR merupakan tes sederhana untuk memutuskan apakah seorang bayi yang baru lahir membutuhkan pertolongan. Tes ini dapat dilakukan dengan mengamati bayi segera setelah lahir (dalam menit pertama), dan setelah 5 menit. Lakukan hal ini dengan cepat, karena jika nilainya rendah, berarti tersebut membutuhkan tindakan.
Observasi dan periksa :
§  A = “Appearance” (penampakan) perhatikan warna tubuh bayi.
§  P = “Pulse” (denyut). Dengarkan denyut jantung bayi dengan stetoskop atau palpasi denyut jantung dengan jari.
§  G = “Grimace” (seringai). Gosok berulang-ulang dasar tumit ke dua tumit kaki bayi dengan jari. Perhaitkan reaksi pada mukanya. Atau perhatikan reaksinya ketika lender pada mukanya. Atau perhatikan reaksinya ketika lender dari mulut dan tenggorokannya dihisap.
§  A = “Activity”. Perhatikan cara bayi yang baru lahir menggerakkan kaki dan tangannya atau tarik salah satu tangan/kakinya. Perhatikan bagaimana kedua tangan dan kakinya bergerak sebagai reaksi terhadap rangsangan tersebut.
§  R = “Repiration” (pernapasan). Perhatikan dada dan abdomen bayi. Perhatikan pernapasannya.
TANDA
0
1
2
JUMLAH NILAI
Frekwensi jantung
Tidak ada
Kurang dari 100 x/menit
Lebih dari 100 x/menit

Usaha bernafas
Tidak ada
Lambat, tidak teratur
Menangis kuat

Tonus otot
Lumpuh / lemas
Ekstremitas fleksi sedikit
Gerakan aktif

Refleks
Tidak ada respon
Gerakan sedikit
Menangis batuk

Warna
Biru / pucat
Tubuh: kemerahan, ekstremitas: biru
Tubuh dan ekstremitas kemerahan

§  Apgar Skor : 7-10; bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan tindakan istimewa
§  Apgar Skor 4-6; (Asfiksia Neonatorum sedang); pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekwensi jantung lebih dari 100 X / menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, reflek iritabilitas tidak ada
§  Apgar Skor 0-3 (Asfiksia Neonatorum berat); pada pemeriksaan fisik ditemukan frekwensi jantung kurang dari 100 X / menit, tonus otot buruk, sianosis berat dan kadang-kadang pucat, reflek iritabilitas tidak ada.
Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan O2 selama kehamilan / persalinan, akan terjadi asfiksia. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian. Kerusakan dan gangguan ini dapat reversible atau tidak tergantung dari berat badan dan lamanya asfiksia. Asfiksia ringan yang terjadi dimulai dengan suatu periode appnoe, disertai penurunan frekuensi jantung. Selanjutnya bayi akan menunjukan usaha nafas, yang kemudian diikuti pernafasan teratur. Pada asfiksia sedang dan berat usaha nafas tidak tampak sehingga bayi berada dalam periode appnoe yang kedua, dan ditemukan pula bradikardi dan penurunan tekanan darah. Disamping perubahan klinis juga terjadi gangguan metabolisme dan keseimbangan asam dan basa pada neonatus.
Pada tingkat awal menimbulkan asidosis respiratorik, bila gangguan berlanjut terjadi metabolisme anaerob yang berupa glikolisis glikogen tubuh, sehingga glikogen tubuh pada hati dan jantung berkurang. Hilangnya glikogen yang terjadi pada kardiovaskuler menyebabkan gangguan fungsi jantung. Pada paru terjadi pengisian udara alveoli yang tidak adekuat sehingga menyebabkan resistensi pembuluh darah paru. Sedangkan di otak terjadi kerusakan sel otak yang dapat menimbulkan kematian atau gejala sisa pada kehidupan bayi selanjutnya.



  
D.    Pathway










E.     Komplikasi
1.      Edema otak & Perdarahan otak
Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah berlarut sehingga terjadi renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke otak pun akan menurun, keadaaan ini akan menyebabkan hipoksia dan iskemik otak yang berakibat terjadinya edema otak, hal ini juga dapat menimbulkan perdarahan otak.
2.      Anuria atau oliguria
Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia, keadaan ini dikenal istilah disfungsi miokardium pada saat terjadinya, yang disertai dengan perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini curah jantung akan lebih banyak mengalir ke organ seperti mesentrium dan ginjal. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya hipoksemia pada pembuluh darah mesentrium dan ginjal yang menyebabkan pengeluaran urine sedikit.
3.      Kejang
Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan pertukaran gas dan transport O2 sehingga penderita kekurangan persediaan O2 dan kesulitan pengeluaran CO2 hal ini dapat menyebabkan kejang pada anak tersebut karena perfusi jaringan tak efektif.
4.      Koma
Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan menyebabkan koma karena beberapa hal diantaranya hipoksemia dan perdarahan pada otak.
F.     Pemeriksaan Penunjang
1.      Foto polos dada
2.      USG kepala
3.      Laboratorium : darah rutin, analisa gas darah, serum elektrolit
4.      PH tali pusat : tingkat 7,20 sampai 7,24 menunjukkan status parasidosis, tingkat rendah menunjukkan asfiksia bermakna.
5.      Hemoglobin/ hematokrit (HB/ Ht) : kadar Hb 15-20 gr dan Ht 43%-61%.
6.      Tes combs langsung pada daerah tali pusat. Menentukan adanya kompleks antigen-antibodi pada membran sel darah merah, menunjukkan kondisi hemolitik.
G.    Penatalaksanaan Medis
1.      Resusitasi
a.       Tahapan resusitasi tidak melihat nilai apgar (lihat bagan)
b.      Terapi medikamentosa :


2.      Epinefrin
Indikasi :
a.       Denyut jantung bayi < 60 x/m setelah paling tidak 30 detik dilakukan ventilasi adekuat dan pemijatan dada.
b.      Asistolik.
Dosis :
a.       0,1-0,3 ml/kg BB dalam larutan 1 : 10.000 (0,01 mg-0,03 mg/kg BB) Cara : i.v atau endotrakeal. Dapat diulang setiap 3-5 menit bila perlu.
3.      Volume ekspander
Indikasi :
                                     a.      Bayi baru lahir yang dilakukan resusitasi mengalami hipovolemia dan tidak ada respon dengan resusitasi.
                                    b.      Hipovolemia kemungkinan akibat adanya perdarahan atau syok. Klinis ditandai adanya pucat, perfusi buruk, nadi kecil/lemah, dan pada resusitasi tidak memberikan respon yang adekuat.
Jenis cairan :
                                     a.      Larutan kristaloid yang isotonis (NaCl 0,9%, Ringer Laktat)
                                    b.      Transfusi darah golongan O negatif jika diduga kehilangan darah banyak.
Dosis :
a.       Dosis awal 10 ml/kg BB i.v pelan selama 5-10 menit. Dapat diulang sampai menunjukkan respon klinis.
4.      Bikarbonat
Indikasi :
a.       Asidosis metabolik, bayi-bayi baru lahir yang mendapatkan resusitasi. Diberikan bila ventilasi dan sirkulasi sudah baik.
b.      Penggunaan bikarbonat pada keadaan asidosis metabolik dan hiperkalemia harus disertai dengan pemeriksaan analisa gas darah dan kimiawi.


Dosis : 1-2 mEq/kg BB atau 2 ml/Kg BB (4,2%) atau 1 ml/kg bb (8,4%)
Cara :
a.       Diencerkan dengan aquabides atau dekstrose 5% sama banyak diberikan secara intravena dengan kecepatan minimal 2 menit.
Efek samping :
a.       Pada keadaan hiperosmolaritas dan kandungan CO2 dari bikarbonat merusak fungsi miokardium dan otak.
5.      Nalokson
a.       Nalokson hidrochlorida adalah antagonis narkotik yang tidak menyebabkan depresi pernafasan. Sebelum diberikan nalakson ventilasi harus adekuat dan stabil.
Indikasi :
b.      Depresi pernafasan pada bayi baru lahir yang ibunya menggunakan narkotik 4 jam sebelum persalinan.
c.       Jangan diberikan pada bayi baru lahir yang ibunya baru dicurigai sebagai pemakai obat narkotika sebab akan menyebabkan tanda with drawltiba-tiba pada sebagian bayi.
Dosis : 0,1 mg/kg BB (0,4 mg/ml atau 1 mg/ml)
Cara : Intravena, endotrakeal atau bila perpusi baik diberikan i.m atau s.c
6.      Suportif
a.       Jaga kehangatan.
b.      Jaga saluran napas agar tetap bersih dan terbuka.
c.       Koreksi gangguan metabolik (cairan, glukosa darah dan elektrolit)
H.    Data Sistem Pengkajian
Data Umum
1.      Biodata
Terdiri dari nama, umur/tanggal lahir, jenis kelamin, agama, anak keberapa, jumlah saudara dan identitas orang tua. Yang lebih ditekankan pada umur bayi karena berkaitan dengan diagnosa Asfiksia Neonatorum.
2.      Keluhan Utama
Pada klien dengan asfiksia yang sering tampak adalah sesak nafas.

3.      Riwayat kehamilan dan persalinan
Bagaimana proses persalinan, apakah spontan, premature, aterm, letak bayi belakang kaki atau sungsang
4.      Kebutuhan dasar
a.       Pola Nutrisi
Pada neonatus dengan asfiksia membatasi intake oral, karena organ tubuh terutama lambung belum sempurna, selain itu juga bertujuan untuk mencegah terjadinya aspirasi pneumonia
b.      Pola Eliminasi
Umumnya klien mengalami gangguan b.a.b karena organ tubuh terutama pencernaan belum sempurna
c.       Kebersihan diri
Perawat dan keluarga pasien harus menjaga kebersihan pasien, terutama saat b.a.b dan b.a.k, saat b.a.b dan b.a.k harus diganti popoknya
d.      Pola tidur
Biasanya istirahat tidur kurang karena sesak nafas
5.      Pemeriksaan fisik
a.       Keadaan umum
Pada umumnya pasien dengan asfiksia dalam keadaan lemah, sesak nafas, pergerakan tremor, reflek tendon hyperaktif dan ini terjadi pada stadium pertama.
b.      Tanda-tanda Vital
Pada umunya terjadi peningkatan respirasi
c.       Kulit
Pada kulit biasanya terdapat sianosis
d.      Kepala
Inspeksi : Bentuk kepala bukit, fontanela mayor dan minor masih cekung, sutura belum menutup dan kelihatan masih bergerak
e.       Mata
Pada pupil terjadi miosis saat diberikan cahaya.

f.       Hidung
Yang paling sering didapatkan adalah didapatkan adanya pernafasan cuping hidung.
g.      Dada
Pada dada biasanya ditemukan pernafasan yang irregular dan frekwensi pernafasan yang cepat
h.      Neurology / reflek
Reflek Morrow : Kaget bila dikejutkan (tangan menggenggam)
6.      Gejala dan tanda
a.       Aktifitas; pergerakan hyperaktif
b.      Pernafasan ; gejala sesak nafas Tanda : Sianosis
c.       Tanda-tanda vital; Gejala hypertermi dan hipotermi Tanda : ketidakefektifan termoregulasi
Data Khusus
1.      Sirkulasi
a.       Nadi apikal dapat berfluktuasi dari 110 sampai 180 x/mnt. Tekanan darah 60 sampai 80 mmHg (sistolik), 40 sampai 45 mmHg (diastolik).
b.      Bunyi jantung, lokasi di mediasternum dengan titik intensitas maksimal tepat di kiri dari mediastinum pada ruang intercosta III/ IV.
c.       Murmur biasa terjadi di selama beberapa jam pertama kehidupan.
d.      Tali pusat putih dan bergelatin, mengandung 2 arteri dan 1 vena.
2.      Eliminasi
a.       Dapat berkemih saat lahir.
3.      Makanan/cairan
a.       Berat badan : 2500-4000 gram
b.      Panjang badan : 44-45 cm
c.       Turgor kulit elastis (bervariasi sesuai gestasi)
4.      Neurosensori
a.       Tonus otot : fleksi hipertonik dari semua ekstremitas.
b.      Sadar dan aktif mendemonstrasikan refleks menghisap selama 30 menit pertama setelah kelahiran (periode pertama reaktivitas). Penampilan asimetris (molding, edema, hematoma).
c.       Menangis kuat, sehat, nada sedang (nada menangis tinggi menunjukkan abnormalitas genetik, hipoglikemi atau efek narkotik yang memanjang)
5.      Pernafasan
a.       Skor APGAR : 1 menit......5 menit....... skor optimal harus antara 7-10.
b.      Rentang dari 30-60 permenit, pola periodik dapat terlihat.
c.       Bunyi nafas bilateral, kadang-kadang krekels umum pada awalnya silindrik thorak : kartilago xifoid menonjol, umum terjadi.
6.      Keamanan
a.       Suhu rentang dari 36,5º C sampai 37,5º C. Ada verniks (jumlah dan distribusi tergantung pada usia gestasi).
b.      Kulit : lembut, fleksibel, pengelupasan tangan/ kaki dapat terlihat, warna merah muda atau kemerahan, mungkin belang-belang menunjukkan memar minor (misal : kelahiran dengan forseps), atau perubahan warna herlequin, petekie pada kepala/ wajah (dapat menunjukkan peningkatan tekanan berkenaan dengan kelahiran atau tanda nukhal), bercak portwine, nevi telengiektasis (kelopak mata, antara alis mata, atau pada nukhal) atau bercak mongolia (terutama punggung bawah dan bokong) dapat terlihat. Abrasi kulit kepala mungkin ada (penempatan elektroda internal).
I.       Diagnosa Keperawatan
1.      Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan produksi mukus banyak.
2.      Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hipoventilasi atau hiperventilasi
3.      Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan perfusi ventilasi.



J.      Rencana Tindakan Keperawatan
NO
HARI/TGL
NO DX
TUJUAN
INTERVENSI
1.

I
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, klien dapat mencapai bersihan jalan napas yang efektif, dengan kriteria hasil:

Respiratory Status: Airway patency
No
Indikator
Awal
Tujuan
1
2
3
4
5
1.
Pengeluaran sputum pada jalan napas
2




2.
Irama napas sesuai yang diharapkan
2




3.
Frekuensi pernapasan sesuai yang diharapkan
2





Keterangan:
1.       Keluhan ekstrim
2.       Keluhan berat
3.       Keluhan sedang
4.       Keluhan ringan
5.       Tidak ada keluhan

A.      Menejemen Jalan Napas
1)       Buka jalan napas
2)       Posisikan untuk memaksimalkan ventilasi.
3)       Identifikasi untuk perlunya pemasangan alat jalan napas buatan
4)       Keluarkan secret dengan suction
5)       Auskultasi suara napas, catat bila ada suara napas tambahan
6)       Monitor rata-rata respirasi setiap pergantian shift dan setelah dilakuakan tidakan suction
B.      Suksion Jalan Napas
1)       Auskultasi jalan napas sebelum dan sesudah suction
2)       Informasikan keluarga tentang prosedur suction
3)       Berikan O2 dengan menggunakan nasal untuk memfasilitasi suksion nasotrakheal
4)       Hentikan suksion dan berikan oksigen bila menunjukkan bradikardi peningkatan saturasi oksigen

2.

II
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, klien dapat mencapai napas efektif, dengan kriteria hasil:

Respiratory Status: Ventilation
No
Indikator
Awal
Tujuan
1
2
3
4
5
1.
Auskultasi suara napas sesuai
2




2.
Bernapas mudah
2




3.
Tidak didapatkan penggunaan otot tambahan
2




Keterangan:
1.       Keluhan ekstrim
2.       Keluhan berat
3.       Keluhan sedang
4.       Keluhan ringan
5.       Tidak ada keluhan

A.    Manajemen Jalan Napas
1)       Buka jalan napas
2)       Posisikan untuk memaksimalkan ventilasi.
3)       Identifikasi untuk perlunya pemasangan alat jalan napas buatan
4)       Keluarkan secret dengan suction
5)       Auskultasi suara napas, catat bila ada suara napas tambahan
6)       Monitor penggunaan otot bantu pernapasan
7)       Monitor rata-rata respirasi setiap pergantian shift dan setelah dilakuakan tidakan suction

3.

III
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam,  kerusakan pertukaran gas dapat diatasi, dengan kriteria hasil:

Respiratory status: gas exchange
No
Indikator
Awal
Tujuan
1
2
3
4
5
1.
Kemudahan dalam bernafas
3




2.
Dispnea saat istirahat tidak ada
3




3.
Dispnea saat aktivitas tidak ada
3




4.
Sianosis tidak ada
3




5.
Somnolen tidak ada
3




Keterangan:
1.       Keluhan ekstrim
2.       Keluhan berat
3.       Keluhan sedang
4.       Keluhan ringan
5.       Tidak ada keluhan
A.        Manajemen asam-basa:
1.     Kaji bunyi paru, frekuensi nafas, kedalaman nafas, dan produksi sputum.
2.     Pantau saturasi O2 dengan oksimetri.
3.     Pantau hasil analisa gas darah
4.     Observasi terhadap sianosis



DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. 2005. Pelatihan Manajemen Asfiksia Bayi Baru Lahir untuk Bidan. Jakarta.

IBI. 2006. 50 Tahun IBI Menyongsong Masa Depan. Jakarta: Pengurus IBI Pusat..

Johnson, M., Meriden M.,Sue M. 2000. Nursing Outcome Classification (NOC). St. Louis Baltimore: Mosby.

Kartiningsih. 2009. Hubungan antara Faktor Ibu dengan Kejadian Asfiksia Neonatorum di RSU Pandan Arang Kabupaten Boyolali. Solo: Stikes

Mc Closkey, JC., Gloria MB. 2000. Nursing Intervention Classification (NIC). St. Louis Baltimore: Mosby.

NANDA. 2011. Nursing Diagnosis: Definition and Classification. Philadelphia: NANDA International

Prawirohardjo. S. 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar